Logo
Masuk

Minggu, 08 Desember 2024

Kenapa Waketum PKB Tak Rela Miftah Maulana Mundur? Ini Pesan untuk Prabowo

Miftah Maulana

Miftah Maulana

Kabar pengunduran diri Gus Miftah Maulana Habiburrahman dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan mengejutkan banyak pihak. Sosok yang dikenal dekat dengan masyarakat kecil ini menyampaikan keputusannya melalui konferensi pers di Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta.

Langkah ini memunculkan berbagai tanggapan, termasuk dari Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, yang berharap Presiden Prabowo Subianto menolak pengunduran diri tersebut. Di balik kontroversi dan harapan itu, ada banyak cerita menarik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran.

Mengapa Gus Miftah Memutuskan Mundur?

Dalam pernyataannya, Gus Miftah menegaskan bahwa pengunduran diri ini adalah hasil perenungan panjang, bukan karena desakan atau tekanan dari pihak mana pun. Menurutnya, jabatan hanyalah titipan yang sewaktu-waktu harus dilepas.

“Saya mundur bukan berarti berhenti berkontribusi. Ini justru langkah awal untuk melayani bangsa dengan cara yang lebih luas,” ujar Gus Miftah. Ia menyiratkan bahwa tugas pengabdian tidak terbatas pada jabatan formal, melainkan bisa dilakukan melalui berbagai ruang yang lebih fleksibel.

Dukungan yang Tak Kunjung Redup

Mendengar kabar ini, Jazilul Fawaid menyampaikan harapannya agar Gus Miftah tetap melanjutkan perannya sebagai utusan khusus. Menurut Jazilul, sosok Gus Miftah adalah figur yang mampu menjangkau masyarakat kecil dan memberikan nasihat yang berarti.

“Kami yakin Gus Miftah masih bisa memberikan kontribusi besar untuk keumatan. Dia selalu menjadi panutan, terutama untuk wong cilik,” ujar Jazilul.

Pelajaran dari Kontroversi

Sebelum pengunduran diri ini, Gus Miftah sempat menjadi sorotan akibat candaan yang dianggap kurang pantas kepada seorang penjual es teh bernama Sunhaji. Namun, dengan kerendahan hati, Gus Miftah langsung meminta maaf ke rumah Sunhaji di Magelang. Bahkan, ia berencana menggelar pengajian akbar di sana.

“Siapa pun bisa berbuat salah, termasuk seorang kiai. Tapi cara beliau meminta maaf secara langsung menunjukkan kebesaran hati,” kata Jazilul.

Insiden ini menjadi pengingat bahwa setiap peristiwa, baik yang menyenangkan maupun tidak, selalu menyimpan hikmah. Dalam kasus ini, perhatian publik tidak hanya tertuju pada Gus Miftah, tetapi juga mengangkat kisah hidup Sunhaji yang kini semakin dikenal.

Sosok yang Dekat dengan Masyarakat

Salah satu alasan mengapa banyak pihak berharap Gus Miftah tetap menjabat adalah pengaruh positifnya terhadap masyarakat. Setiap pengajian yang ia gelar selalu ramai, menghadirkan suasana penuh berkah. Pedagang kecil pun mendapat manfaat dengan adanya kerumunan yang hadir.

“Selain nasihatnya yang menyentuh, kehadiran Gus Miftah membawa keberkahan untuk banyak orang,” ujar Jazilul.

Bukan Akhir, tetapi Awal Baru

Meski banyak pihak merasa kehilangan, Gus Miftah memastikan bahwa langkah ini bukan akhir dari pengabdiannya. Sebaliknya, ini adalah kesempatan baginya untuk menjangkau lebih banyak orang tanpa terikat aturan formal.

“Jabatan hanya sarana berbuat kebaikan, bukan tujuan utama,” katanya. Dengan semangat ini, Gus Miftah menunjukkan bahwa melayani umat bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan cara yang kreatif.

Keputusan Gus Miftah ini mengajarkan kita tentang keikhlasan dalam pengabdian. Jabatan bisa saja lepas, tetapi semangat melayani tidak boleh pudar. Bagi Gus Miftah, pelayanan bukan tentang posisi, melainkan tentang seberapa besar manfaat yang bisa diberikan.

Langkahnya meninggalkan jabatan mungkin terlihat sebagai kehilangan, tetapi bagi banyak orang, ini adalah pengingat bahwa kebaikan sejati tidak pernah terikat pada satu posisi. Bagi Gus Miftah, pengabdian adalah perjalanan yang terus berlanjut.

  1. Keywords:
  2. Gus Miftah
  3. Pengunduran Diri
  4. Utusan Khusus Presiden
  5. Sleman
  6. Yogyakarta
  7. Kontribusi Masyarakat Kecil
  8. Pengajian Akbar
  9. Magelang
  10. Jazilul Fawaid
  11. Kerendahan Hati