Dugaan Kekerasan Seksual Agus Buntung : Mengupas Kasus Kontroversial di NTB
Agus Buntung, Penyandang Disabilitas yang Terlibat Kasus Pemerkosaan Mahasiswi di NTB
Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (21), seorang penyandang disabilitas tuna daksa asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah menjadi sorotan publik. Sejumlah delapan orang kini menjalani pemeriksaan oleh Polda NTB terkait dugaan kekerasan tersebut. Dengan berbagai dinamika yang terjadi, kasus ini mengundang perhatian luas, tidak hanya karena pelaku memiliki keterbatasan fisik, tetapi juga karena adanya klaim manipulasi dan ancaman yang membuatnya semakin kontroversial.
Delapan Korban Diperiksa Polda NTB
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyebutkan bahwa dari total delapan orang korban yang sudah diperiksa, tujuh di antaranya adalah saksi, dan satu lainnya merupakan korban utama. Proses penyelidikan ini terus berkembang seiring dengan adanya laporan tambahan yang diterima dari Komisi Disabilitas Daerah (KDD).
"Kami sedang melakukan pendalaman terkait laporan korban lainnya. Informasi awal menyebut ada 13 korban, namun baru delapan yang kami verifikasi. Sisanya masih dalam tahap validasi data oleh tim KDD," ujar Kombes Syarif pada Kamis (5/12/2024).
Selain itu, tiga korban yang dilaporkan merupakan anak di bawah umur, sehingga penanganan kasus ini melibatkan lembaga perlindungan anak untuk memastikan kondisi psikologis mereka tetap terjaga.
Manipulasi dan Ancaman Terungkap
Salah satu korban, M (23), seorang mahasiswi, mengungkapkan bagaimana dirinya menjadi korban manipulasi dan ancaman dari Agus Buntung. Menurut pendamping korban, Andre Saputra, Agus menggunakan intimidasi untuk memaksa korban mengikuti keinginannya.
“Motif yang digunakan pelaku adalah manipulasi, ancaman, dan tipu muslihat. Salah satu contoh, pelaku mengancam akan mengungkap aib korban kepada keluarganya jika tidak menuruti permintaannya,” ungkap Andre.
Kejadian ini bermula ketika Agus membawa korban ke sebuah homestay setelah pertemuan di Teras Udayana. Dengan memanfaatkan situasi emosional korban, Agus memaksa korban untuk menuruti kehendaknya. Bahkan, korban merasa begitu terintimidasi hingga tidak dapat melawan.
Agus Buntung: Pembelaan Diri yang Kontroversial
Di sisi lain, Agus Buntung membantah keras tuduhan kekerasan seksual yang dialamatkan kepadanya. Dalam sebuah pernyataan, Agus mengklaim bahwa dirinya adalah korban jebakan.
"Saya kaget sekali. Saya tiba-tiba dijadikan tersangka tanpa tahu apa kesalahan saya. Semua terjadi begitu cepat," ujar Agus pada Minggu (1/12/2024).
Agus menjelaskan bahwa dirinya hanya mengikuti arahan perempuan tersebut. Ia bahkan menambahkan bahwa perempuan itu yang membayar biaya homestay, membuka pintu, hingga melepas pakaian.
“Bagaimana mungkin saya melakukan kekerasan seksual? Saya ini tidak punya tangan. Kalau memang merasa tidak nyaman, mengapa dia tidak meninggalkan saya di sana?” tambah Agus dalam pembelaannya.
Peran Komisi Disabilitas Daerah dan Kendala Penanganan
Ketua Komisi Disabilitas Daerah NTB, Joko Jumadi, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima laporan dari 13 korban, di mana tiga di antaranya adalah anak-anak. Kendati demikian, hanya lima korban yang sejauh ini telah memberikan keterangan resmi melalui berita acara pemeriksaan (BAP).
“Kami menghadapi kendala dalam meyakinkan korban, terutama yang di bawah umur, untuk menceritakan kejadian sebenarnya. Proses ini sangat penting untuk memastikan keadilan bagi mereka,” jelas Joko.
Joko juga menekankan perlunya kerjasama dengan lembaga perlindungan anak, seperti UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), untuk menjaga keamanan psikologis korban selama proses hukum berlangsung.
Kasus ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi penegak hukum. Di satu sisi, ada laporan dari korban yang didukung dengan bukti awal. Di sisi lain, pelaku yang merupakan penyandang disabilitas mengklaim dirinya tidak mungkin melakukan tindakan tersebut.
Menurut Kombes Pol Syarif, setiap laporan akan diverifikasi secara mendalam untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan tanpa dasar hukum yang kuat. "Kami berkomitmen untuk menangani kasus ini secara profesional dan transparan," tegasnya.
Pelajaran dari Kasus Agus Buntung
Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang kompleksitas penanganan kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan pelaku dengan disabilitas. Ada kebutuhan mendesak untuk pendekatan yang lebih inklusif, melibatkan berbagai pihak seperti lembaga perlindungan anak, organisasi disabilitas, dan ahli psikologi.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan pentingnya edukasi tentang pelecehan seksual, baik bagi korban maupun masyarakat umum. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan berani melaporkan kejadian serupa tanpa rasa takut atau malu.
Menanti Keadilan
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik kasus ini. Apakah Agus Buntung benar-benar bersalah, ataukah ia menjadi korban dari situasi yang lebih rumit? Hanya waktu yang akan menjawab. Yang jelas, keadilan harus ditegakkan untuk semua pihak, baik bagi para korban maupun tersangka.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan seksual dapat terjadi di mana saja dan melibatkan siapa saja, tanpa memandang latar belakang. Semoga langkah-langkah hukum yang diambil dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak.